Pertunjukan
kemampuan orang menahan siksaan jasmani seperti dipukuli dengan rotan,
bergulingan diatas hamparan tumbuhan berduri tajam, berjalan di atas bara,
mengunyah kaca dan lain-lain. masih banyak kita jumpai sebagai seni tradisional
yang umum di kampung- kampung. Yang satu ini, yakni permainan debus sungguh
mengerikan. Permainan ini terdapat di berbagai daerah seperti Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Banten. Dari semua itu yang paling
terkenal debus dari daerah Banten.
Debus
sangat mungkin berasal dari kata Arab dablus, yang berarti sejenis senjata
penusuk berupa besi runcing. Debus sebagai kata benda yang dimaksud disini juga
berupa alat tusuk dari besi panjang antara 50 - 60 cm yang ujungnya runcing,
sedangkan pada pangkal¬nya diberi tangkai kayu yang sangat besar. Tangkai itu
bentuknya silinder (garis tengahnya ± 20 cm), dihias dengan rantai besi dan
berfungsi sebagai tempat pemukul. Alat pemukulnya dari kayu yang disebut gada.
Ditinjau
dari bentuk permainannya, debus dapat digolongkan salah satu pertunjukan
(upacara) syaman, tetapi ditilik dari isi dan pelaksanaannya bertahan erat
dengan keagamaan (Islam). Tidak mustahil memang telah terjadi perpaduan diantara
berbagai unsur budaya tersebut. Ini mungkin juga merupakan jalan untuk
menja¬wab pertanyaan sejak kapan permainan debus ada di Indonesia. Bila jalan
ini benar maka unsur-unsur permainan debus sudah ada sejak masa prasejarah,
sedangkan bentuk seperti kita dapati sekarang ini berasal dari masa awal
perkembangan Islam di Indonesia.
Yang
menonjol dalam permainan ini adalah pertunjukan kekebalan orang terhadap
berbagai senjata tajam. Permainannya merupa¬kan permainan kelompok. Di kerajaan
Banten dahulu, yang terkenal sebagai penyebarluas agama dan budaya Islam,
pertunjukan kekebalan yang sangat digemari dan dibanggakan oleh masyarakat
Banten ini dimanfaatkan sebagai sarana untuk penyiaran agama Islam, seperti
halnya dilakukan oleh para Wah. Pada masa perlawanan terhadap penjajahan
Belanda kesenian ini digiatkan sebagai penegak disiplin dan memupuk keberanian
rakyat.
Unsur-unsur
Permainan Debus
- Pemain, terdiri atas syeh atau pemimpin permainan debus, para pezikir, pemain dan penabuh.
- Peralatan permainan terdiri atas debus dengan gada nya, golok, pisau, bola lampu, kelapa, alat penggoreng dan lain-lain.
- Alat musik untuk pingiring permainan debus terdiri atas: gendang besar, gendang kecil, rebana dan kecrek.
Seorang
pemain debus harus kuat, tabah dan yakin kepada diri sendiri. Mereka harus taat
menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam, tahan lapar, tahan tidak tidur,
tahan tidak bergaul dengan isteri selama waktu yang ditentukan dan lain-lain
persyaratan yang untuk orang kebanyakan dirasakan berat.
Macam-macam
Kegiatan
Dalam pelaksanaan pertunjukkan debus terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai seni pertunjukkan pada umumnya dan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ada juga kegiatan-kegiatan atau pertunjukan-pertunjukan lainnya sebagai berikut.
Dalam pelaksanaan pertunjukkan debus terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai seni pertunjukkan pada umumnya dan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ada juga kegiatan-kegiatan atau pertunjukan-pertunjukan lainnya sebagai berikut.
- Pembukaan, sebelum acara resmi dimulai maka beberapa lagu tradisional dimainkan sebagai lagu pembukaan atau "gembung".
- Zikir.
- Beluh atau macapat, puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
- Pencak silat, dilakukan oleh satu atau dua pemain, dengan atau tanpa menggunakan senjata tajam. Seorang pesilat harus cepat, tepat, tajam penglihatan dan percaya diri.
- Permainan debus. Seorang pemain memegang alat debus (kecil) dan ujungnya yang runcing ditempelkan ke perut. Seorang pema in lain memegang kayu pemukul atau gada yang lalu dipukulkan kuat-kuat pada tanggkai debus. Pukulan dilakukan berkali-kali dan ternyata tidak melukai. Posisinya tidak hanya berdiri saja, atau pada perut saja tetapi juga dengan merebahkan diri dan pada bagian-bagian tubuh yang lain. Debus yang besar biasanya untuk main syeh atau ketua debus sendiri. Bila terjadi "kecelakaan" atau pemain terluka, biasanya segera disembuhkan oleh syeh.
- Mengupas buah kelapa dengan gigi dan memecahnya dibenturkan pada kepala sendiri.
- Menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala.
- Mengerat atau menoreh tubuh. Dengan senjata tajam (golok, pisau) perut, lengan, bahkan lidah ditoreh atau dipotong. Atraksi ini tampak sangat mengerikan sehingga terkadang ada penonton tidak tahan melihatnya.
- Main api. Dengan obor menyala seorang pemain membakar tubuhnya, atau berjalan-jalan diatas bara tanpa luka bakar sedikit pun.
- Makan kaca atau bola lampu listrik. Kaca atau bola lampu di¬makan seperti krupuk.
- Memanjat tangga yang anak tangganya tempat berpijak ada¬lah mata golok-golok tajam. Dalam keadaan biasa tapak kakinya akan putus, tetapi sang pemain melakukan dengan tenang dan ternyata tanpa cidera. Permainan ini sangat mencekam para penonton. Rasanya sungguh tidak masuk akal.
- Dan lain-lain, sebenarnya masih banyak lagi atraksi lain yang dapat dipertunjukkan. Menurut keyakinan para pemain, semua atraksi tadi dapat dilaku¬kan bukan karena ia yang kuat, melainkan berkat ridha dan lindung¬an Allah SWT semata-mata.
Seperti
halnya seni tradisional yang lain, debus pun semakin sedi¬kit penggunaannya,
apalagi mereka yang tertarik untuk jadi pemain guna pelestariannya. Alangkah
sayangnya kalau kepandaian yang langka ini punah. Ya, masih untunglah sekarang
masih ada beberapa perkumpulan yang bertahan, bahkan dapat main digelanggang
yang lebih luas seperti di Taman Ismail Marzuki Jakarta, tempat-tempat wisata
dan bahkan di luar negeri.
Kesenian
ini sungguh mencekam, bahkan mengerikan tetapi juga menarik perhatian, apalagi
para turis asing yang umumnya tidak percaya akan hal-hal di luar nalar (irrasional).
Layaknya bila kita ikut memikirkan upaya pelestariannya dengan membina
latihannya, orga¬nisasinya dan ikut mengusahakan "pemasaran"
pementasannya. Kerjasama sebaik-baiknya antara masyarakat setempat dengan pihak
Pemda, Depdikbud dan Dep. Parpostel kiranya dapat memecahkan persoalan ini.
Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar