BAB
II
PEMBAHASAN
Pengertian
Mawaris
Secara etimologis Mawaris adalah
bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan bentuk dari kata : warasa
– yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah; berpindahnya
sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum
lain. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban
tentang kekayaan orang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup. Jadi yang dimaksud dengan mawaris dalam hukum Islam adalah
pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang
masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Mawaris ialah cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari cara-cara pembagian harta waris. Adapun hukum mempelajarinya
ialah fardhu kifayah. Fiqih
Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, diambil dari lafazh faridhah, yang oleh ulama
faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah, yakni bagian yang telah dipastikan
kadarnya. Jadi disebut dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian harta
warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima warisan, siapa yang
tidak berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris telah
ditentukan.[1]
“pelajarilah
ilmu faraidh, dan ajarkanlah dia kepada manusia, karena faraidh itu separuh
ilmu, ia akan dilupakan orang kelak dan ia pulalah yang mula-mula akan tercabut
dari umatku.”[2]
Sumber
hukum Kewarisan
Dalam hukum kewarisan terdapat dua hal, yaitu, hukum membagi harta
warisan menurut ketentuan syari’at Islam dan hukum mempelajari dan
mengajarkannya.[3]
Hukum kewarisan bersumber pada
al-Quran dan al-Hadis yang menjelaskan ketentuan hukum kewarisan.
a. Surat an-Nisa’ ayat 7 :
Bagi laki-laki ada bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak
menurut bagian yang telah ditetapkan.
b. Surat al-Ahzab ayat 6 :
Nabi itu (hendaknya) lebih utama
bagi orang-orang mukmin dari mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu
mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih
berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan
orang-orang muhajirin kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada
saudara-saudaramu (seagama), adalah yang demikian itu telah tertulis dalam
kitab (Allah).
Ayat-ayat lain yang berhubungan
dengan kewarisan adalah al-Baqarah 180, An-nisa’ 8,9,11,12,176 dan al-Anfal 75.
Al-Hadis
Nabi SAW. bersabda; “Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada
orang-orang yang berhak, sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih
utama (dekat kekerabatannya).”[4]
“Orang muslim tidak berhak mewarisi
orang kafir, dan orang kafir tidak berhak mewarisi orang muslim.”[5]
Riwayat Bukhari dan Muslim dari Sa’ad ibn Abi
Waqqas tentang batas maksimal pelaksanaan wasiat.
Rasulullah SAW. datang menjengukku
pada tahun haji wada’ diwaktu aku menderita sakit keras. Lalu aku bertanya kepada
beliau,” wahai Rasulullah, aku sedang menderita sakit keras, bagaimana
pendapatmu, aku ini orang berada sementara tidak ada yang akan mewarisi hartaku
selain seorang anak perempuan, apakah aku sedekah (wasiat) kan dua peretiga
hartaku? “Jangan” jawab Rasul. Aku bertanya “setengah”? “jangan” jawab Rasul.
Aku bertanya “sepertiga”? Rasul menjawab “sepertiga” sepertiga adalah banyak
atau besar, sungguh kamu jika meninggalkan ahli warismu dalam keadaan yang
cukup adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang
meminta-minta kepada orang.[6]
Harta waris sebelum dibagi
Apabila
seorangmuslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka setelah manyat dikuburkan,
keluarganya wajib mengelola harta
peninggalannya dengan
langkah-langkah
berikut;
Pertama, membiayai
perawatan jenasahnya.
Kedua, membayar
zakatnya jika si mayat belum mengeluarkan zakat sebelum
meninggal.
Ketiga, membayar
utang-utangnya apabila mayat meninggalkan utang, “jiwa seorang mukmin tergantung pada
utangnya sehingga dilunsi”. Keempat, membayarkan
wasiatnya, jika mayat berwasiat sebelum meninggal dunia. Kelima, setelah
dibayarkan semua, tentukan sisa harta peninggalanmayat sebagai harta pusaka
yang dinamai tirkah atau mauruts atauharta yang akan dibagikan
kepada ahli waris mayat berdasarkan ketentuan hukum waris islam.
Asbabul Irsih dan Mawani’ul Irsi
Asbabul irsi
(sebab-sebab memperoleh harta warisan) seorang berhak memperoleh
harta waris disebabkan oleh hal-hal berikut : Perkawinan,
yaitu adanya ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan
sebagai suami istri yang tidak terhalang oleh siapapun. Yang kedua kekerabatan ,
yaitu hubungan nasab antara orang yang mewariskan dan orang yang
mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak akan terputus karena
yang menjadi sebab adanya seseorang tidak bisa dihilangkan. Yang ketiga memerdekakan
orang yang meninggal (jika pernah menjadi budak ). Dan yang keempat ada hubungan
sesama muslim jika yang
meninggal tidak mempunyai ahli waris).
Mawani’
ul irsi (sebab-sebab terhalang memperoleh harta waris).Seseorang terhalang
untuk memperoleh harta waris walaupun sebenarnya ahli berikut : (1) Ia
menjadi budak, (2) Ia membunuh
orang yang meninggalkan warisan, (3) Ia berbeda agama dengan yang
meninggalkanharta warisan,
(4) Ia murtad.
Ahli Waris
Ahli
Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau jenisnya dapat dibagi
dua, yaitu zawil furud dan ashobah.
Penggolongan
ahli waris ahli waris ada dua jenis lelaki dan perempuan.
1. Ahli Waris lelaki terdiri dari.[7]
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki sampai keatas
dari garis anak laki-laki.
c. Ayah
d. Kakek sampai keatas garis ayah
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung
sampai kebawah.
|
i. Anak laki-laki saudara seayah
sampai kebawah.
j. Paman kandung
k. Paman seayah
l. Anak paman kandung sampai
kebawah.
m. Anak paman seayah sampai
kebawah.
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan
|
2. Ahli Waris wanita terdiri dari
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan sampai kebawah
dari anak laki-laki.
c. Ibu
d. Nenek sampai keatas dari garis
ibu
e. Nenek sampai keatas dari garis
ayah
|
f. Saudara perempuan kandung
g. Saudara perempuan seayah
h. Yang Saudara perempuan seibu.
i. Isteri
j. Wanita yang memerdekakan
|
Ditinjau
dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh dan
Ashobah.
1.
Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
a.
Yang dapat bagian ½ harta.
§
Anak perempuan kalau sendiri
§
Cucu perempuan kalau sendiri
§
Saudara perempuan kandung kalau sendiri
§
Saudara perempuan seayah kalau sendiri
§
Suami
b.
Yang mendapat bagian ¼ harta
§
Suami dengan anak atau cucu
§
Isteri atau beberapa kalau tidak ada
(anak atau cucu)
c.
Yang mendapat 1/8
§
Isteri atau beberapa isteri dengan anak
atau cucu.
d.
Yang mendapat 2/3
§
dua anak perempuan atau lebih
§
dua cucu perempuan atau lebih
§
dua saudara perempuan kandung atau lebih
§
dua saudara perempuan seayah atau lebih
e.
Yang mendapat 1/3
§
Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs
anak laki-laki, dua saudara kandung/seayah atau seibu.
§
Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki
atau perempuan
f.
Yang mendapat 1/6
§
Ibu bersama anak laki, cucu lk atau dua
atau lebih saudara perempuan kandung atau perempuan seibu.
§
Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan
terus keatas
§
Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan
ayah terus keatas
§
Satu atau lebih cucu perempuan dari anak
laki-laki bersama satu anak perempuan kandung
§
Satu atau lebih saudara perempuan seayah
bersama satu saudara perempuan kandung.
§
Ayah bersama anak laki atau cucu laki
§
Kakek jika tidak ada ayah
§
Saudara seibu satu orang, baik laki-laki
atau perempuan.
2.
Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu tetapi
mereka dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga
jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian
tertentu
a.
Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah
binafsihi sebagai berikut:
§ Anak laki-laki
§ Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
§ Ayah
§ Kakek
dari garis ayah keatas
§ Saudara
laki-laki kandung
§ Saudara
laki-laki seayah
§ Anak
laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
|
§ Anak
laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
§ Paman
kandung
§ Paman
seayah
§ Anak
laki-laki paman kandung sampai kebawah
§ Anak
laki-laki paman seayah sampai kebawah
§ Laki-laki
yang memerdekakan yang meninggal
|
b.
Ashobah dengan dengan saudaranya
§
Anak perempuan bersama anak laki-laki
atau cucu laki.
§
Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
§
Saudara perempkuan kandung bersama
saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah.
§
Saudara perempuan seayah bersama saudara
laki-laki seayah.
c.
Menghabiskan bagian tertentu
§
Anak perempuan kandung satu orang
bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).
§
Saudara perempuan kandung bersama
saudara perempuan seayah (2/3)
Hikmah
mawaris
Mawaris memperkuat keyakinan bahwa
Allah benar-benar Maha Adil, karena adilnya Allah tidak hanya terdapat pada
ciptaan-Nya, tetapi juga pada hukum-hukum yang telah diterapkan-Nya, seperti
hukum waris Islam.Hukum waris Islam memberi petunjuk kepada setiap muslim, keluarga
muslim, dan masyarakat Islam, agar selalu giat melakukan usaha-usaha dakwah dan
pendidikan Islam, sehingga tidak ada seorang Islam pun yang murtad. Mematuhi
hukum waris Islam dengan dilandasi rasa ikhlas karena Allah dan untuk
memperoleh ridha Nya, tentu akan dapat menghilangkan sifat-sifat tercela yang
mungkin timbul kepada para ahli waris karena seorang muslim tersebut telah ikut
memelihara dan melaksakan ketentuan-ketentuan dari Allah swt. Dengan adanya
ketentuan waris itu disamping akan membawa keteraturan dan ketertiban dalam hal
harta benda, juga untuk memelihara harta benda dari satu generasi ke generasi
lain sehingga dapat mengalirkan harta peninggalan kepada yang lebih bermanfa’at
agar lebih terjaminnya kesejahteraan keluarga secara merata. Mawaris juga menghindarkan
perpecahan antar keluarga yang disebabkan oleh pembagian harta warisan yang
tidak adil. Selain itu mawaris bias memperhatikan anak yatim karena dengan
harta yang di tinggalkan oleh orang tuanya kehidupan anak - anak yang di tinggalkan
itu akan lebih terjamin.
BAB
3
PENUTUP
Mawaris dalam hukum Islam adalah
pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang
masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis. Pembagian
harta warisan di dalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya
agar manusia yang terlibat di dalamnya tidak saling bertikai dan
bermusuhan.Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan sebagai
upaya mewujudkan pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian
masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porsi beban dan tanggung
jawabnya.
Setelah
kita mengetahui berbagai macam hal mengenai mawaris ataupun harta pusaka maka
sebagai seorang muslim, ilmu ini wajib diaktualisasikan ke kehidupan nyata
sehingga masing-masing
berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya dan dapat menjamin kesejahteraan keluarga secara merata. Semoga
dengan ini kita semua dapat meningkatkan kualitas ilmu kita secara maksimal
sehingga kita menjadi hamba Allah yang bermanfaat dengan izin-Nya.
DAFTAR
PUSTAKA
Suhrawardi K. Lubis, SH dan Komis Simanjuntak, SH, hukum waris islam,(Jakarta: Sinar
Grafika, 2007) hal. 82-84
Teuku Muhammad Hasbi Ash-Siddiqy, Fiqh
Mawaris, (Semarang : Pustaka Rizki, 1999) hal. 5-6
http://www.to-src.com/2011/12/makalah-tentang-mawarist-dalam-islam.html
http://photofinanda.blogspot.com/2012/01/mawarist.html
http://blog.puppl.com/2012/06/mawaris-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar