Kamis, 22 Januari 2015

Hukum Mawaris , tahukah anda ?

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Mawaris
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan bentuk dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan orang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup. Jadi yang dimaksud dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Mawaris ialah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara pembagian harta waris. Adapun hukum mempelajarinya ialah fardhu kifayah. Fiqih Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, diambil dari lafazh faridhah, yang oleh ulama faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah, yakni bagian yang telah dipastikan kadarnya. Jadi disebut dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian harta warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris telah ditentukan.[1]
“pelajarilah ilmu faraidh, dan ajarkanlah dia kepada manusia, karena faraidh itu separuh ilmu, ia akan dilupakan orang kelak dan ia pulalah yang mula-mula akan tercabut dari umatku.”[2]


Sumber hukum Kewarisan
Dalam hukum kewarisan terdapat dua hal, yaitu, hukum membagi harta warisan menurut ketentuan syari’at Islam dan hukum mempelajari dan mengajarkannya.[3]
Hukum kewarisan bersumber pada al-Quran dan al-Hadis yang menjelaskan ketentuan hukum kewarisan.
 a. Surat an-Nisa’ ayat 7 :
Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.
b. Surat al-Ahzab ayat 6 :
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama), adalah yang demikian itu telah tertulis dalam kitab (Allah).
Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan kewarisan adalah al-Baqarah 180, An-nisa’ 8,9,11,12,176 dan al-Anfal 75.
Al-Hadis
Nabi SAW. bersabda;  “Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak, sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya).”[4]
“Orang muslim tidak berhak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak berhak mewarisi orang muslim.”[5]
 Riwayat Bukhari dan Muslim dari Sa’ad ibn Abi Waqqas tentang batas maksimal pelaksanaan wasiat.
Rasulullah SAW. datang menjengukku pada tahun haji wada’ diwaktu aku menderita sakit keras. Lalu aku bertanya kepada beliau,” wahai Rasulullah, aku sedang menderita sakit keras, bagaimana pendapatmu, aku ini orang berada sementara tidak ada yang akan mewarisi hartaku selain seorang anak perempuan, apakah aku sedekah (wasiat) kan dua peretiga hartaku? “Jangan” jawab Rasul. Aku bertanya “setengah”? “jangan” jawab Rasul. Aku bertanya “sepertiga”? Rasul menjawab “sepertiga” sepertiga adalah banyak atau besar, sungguh kamu jika meninggalkan ahli warismu dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang.[6]
Harta waris sebelum dibagi      
Apabila seorangmuslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka setelah manyat dikuburkan, keluarganya wajib mengelola harta peninggalannya dengan langkah-langkah berikut;
Pertama, membiayai perawatan jenasahnya. Kedua, membayar zakatnya jika si mayat belum mengeluarkan zakat sebelum meninggal. Ketiga, membayar utang-utangnya apabila mayat meninggalkan utang,  jiwa seorang mukmin tergantung pada utangnya sehingga dilunsi”. Keempat, membayarkan wasiatnya, jika mayat berwasiat sebelum meninggal dunia. Kelima, setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta peninggalanmayat sebagai harta pusaka yang dinamai tirkah atau mauruts atauharta yang akan dibagikan kepada ahli waris mayat berdasarkan ketentuan hukum waris islam.
Asbabul Irsih dan Mawani’ul Irsi   
Asbabul irsi (sebab-sebab memperoleh harta warisan) seorang berhak memperoleh harta waris disebabkan oleh hal-hal berikut :  Perkawinan, yaitu adanya ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri yang tidak terhalang oleh siapapun. Yang kedua kekerabatan , yaitu hubungan nasab antara orang yang mewariskan dan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak akan terputus karena yang menjadi sebab adanya seseorang tidak bisa dihilangkan. Yang ketiga memerdekakan orang yang meninggal (jika pernah menjadi budak ). Dan yang keempat ada hubungan sesama muslim jika yang meninggal tidak mempunyai ahli waris).
 Mawani’ ul irsi (sebab-sebab terhalang memperoleh harta waris).Seseorang terhalang untuk memperoleh harta waris walaupun sebenarnya ahli  berikut : (1) Ia menjadi budak, (2) Ia membunuh orang yang meninggalkan warisan, (3)  Ia berbeda agama dengan yang meninggalkanharta  warisan, (4) Ia murtad.
Ahli Waris
Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau jenisnya dapat dibagi dua, yaitu zawil furud dan ashobah.
Penggolongan ahli waris ahli waris ada dua jenis lelaki dan perempuan.
1. Ahli Waris lelaki terdiri dari.[7]
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
c. Ayah                      
d. Kakek sampai keatas garis ayah
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
i. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
j. Paman kandung
k. Paman seayah
l. Anak paman kandung sampai kebawah.
m. Anak paman seayah sampai kebawah.
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan

2. Ahli Waris wanita terdiri dari
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
c. Ibu
d. Nenek sampai keatas dari garis ibu
e. Nenek sampai keatas dari garis ayah
f. Saudara perempuan kandung
g. Saudara perempuan seayah
h. Yang Saudara perempuan seibu.
i. Isteri
j. Wanita yang memerdekakan

Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh dan Ashobah.
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
a. Yang dapat bagian ½ harta.
§  Anak perempuan kalau sendiri
§  Cucu perempuan kalau sendiri
§  Saudara perempuan kandung kalau sendiri
§  Saudara perempuan seayah kalau sendiri
§  Suami
b. Yang mendapat bagian ¼ harta
§  Suami dengan anak atau cucu
§  Isteri atau beberapa kalau tidak ada (anak atau cucu)
c. Yang mendapat 1/8
§  Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d. Yang mendapat 2/3
§  dua anak perempuan atau lebih
§  dua cucu perempuan atau lebih
§  dua saudara perempuan kandung atau lebih
§  dua saudara perempuan seayah atau lebih
e. Yang mendapat 1/3
§  Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara kandung/seayah atau seibu.
§  Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f. Yang mendapat 1/6
§  Ibu bersama anak laki, cucu lk atau dua atau lebih saudara perempuan kandung atau perempuan seibu.
§  Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
§  Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas
§  Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak perempuan kandung
§  Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan kandung.
§  Ayah bersama anak laki atau cucu laki
§  Kakek jika tidak ada ayah
§  Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu tetapi mereka dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian tertentu
a. Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah binafsihi sebagai berikut:
§  Anak laki-laki
§  Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
§  Ayah
§  Kakek dari garis ayah keatas
§  Saudara laki-laki kandung
§  Saudara laki-laki seayah
§  Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
§  Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
§  Paman kandung
§  Paman seayah
§  Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
§  Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
§  Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal

b. Ashobah dengan dengan saudaranya
§  Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
§  Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
§  Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah.
§  Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
c. Menghabiskan bagian tertentu
§  Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).
§  Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)
Hikmah mawaris
Mawaris memperkuat keyakinan bahwa Allah benar-benar Maha Adil, karena adilnya Allah tidak hanya terdapat pada ciptaan-Nya, tetapi juga pada hukum-hukum yang telah diterapkan-Nya, seperti hukum waris Islam.Hukum waris Islam memberi petunjuk kepada setiap muslim, keluarga muslim, dan masyarakat Islam, agar selalu giat melakukan usaha-usaha dakwah dan pendidikan Islam, sehingga tidak ada seorang Islam pun yang murtad. Mematuhi hukum waris Islam dengan dilandasi rasa ikhlas karena Allah dan untuk memperoleh ridha Nya, tentu akan dapat menghilangkan sifat-sifat tercela yang mungkin timbul kepada para ahli waris karena seorang muslim tersebut telah ikut memelihara dan melaksakan ketentuan-ketentuan dari Allah swt. Dengan adanya ketentuan waris itu disamping akan membawa keteraturan dan ketertiban dalam hal harta benda, juga untuk memelihara harta benda dari satu generasi ke generasi lain sehingga dapat mengalirkan harta peninggalan kepada yang lebih bermanfa’at agar lebih terjaminnya kesejahteraan keluarga secara merata. Mawaris juga menghindarkan perpecahan antar keluarga yang disebabkan oleh pembagian harta warisan yang tidak adil. Selain itu mawaris bias memperhatikan anak yatim karena dengan harta yang di tinggalkan oleh orang tuanya kehidupan anak - anak yang di tinggalkan itu akan lebih terjamin.

BAB 3
PENUTUP
Mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis. Pembagian harta warisan di dalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya agar manusia yang terlibat di dalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan.Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan sebagai upaya mewujudkan pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porsi beban dan tanggung jawabnya.
Setelah kita mengetahui berbagai macam hal mengenai mawaris ataupun harta pusaka maka sebagai seorang muslim, ilmu ini wajib diaktualisasikan ke kehidupan nyata sehingga masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya  dan dapat menjamin  kesejahteraan keluarga secara merata. Semoga dengan ini kita semua dapat meningkatkan kualitas ilmu kita secara maksimal sehingga kita menjadi hamba Allah yang bermanfaat dengan izin-Nya.

DAFTAR PUSTAKA
Suhrawardi K. Lubis, SH dan Komis Simanjuntak, SH, hukum waris islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007) hal. 82-84
Teuku Muhammad Hasbi Ash-Siddiqy, Fiqh Mawaris, (Semarang : Pustaka Rizki, 1999) hal. 5-6
http://www.to-src.com/2011/12/makalah-tentang-mawarist-dalam-islam.html
http://photofinanda.blogspot.com/2012/01/mawarist.html
http://blog.puppl.com/2012/06/mawaris-2/




[1] Teuku Muhammad Hasbi Ash-Siddiqy, Fiqh Mawaris, (Semarang : Pustaka Rizki, 1999) hal. 5-6
[2] H.R. Ibnu Majah dan Ad-Daruqutni
[3] Ibid, hlm. 7
[4] H.R. Bukhari dan Muslim
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Suhrawardi K. Lubis, SH dan Komis Simanjuntak, SH, hukum waris islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007) hal. 82-84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar