1.
Kefilsafatan Tentang Manusia
Untuk
apakah kita terlahir sebagai manusia?, pertanyaan itulah yang akan selalu ada
dari dahulu hingga sekarang, pertanyaan yang akan selalu terdengar dari saat
manusia lahir hingga manusia meninggal. Sesuai dengan tinjauan kefilsafatan
tentang manusia, disebutkan bahwa manusia adalah mahluk yang bertanya, dalam
hal ini manusia sebagai mahluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan
keberadaanya dalam kosmos secara menyeluruh. Atas keingintahuan manusia akan
posisinya dalam alam itulah manusia sadar bahwa dirinya adalah seorang penanya.
Jika kita merunut jauh kebelakang sebelum manusia mengenal peradaban, persoalan
persoalan filsafati sudah menjadi bagian dari kehidupan seorang manusia. Jika
kita melihat segi dayanya, manusia memiliki dua macam daya, di satu sisi
manusia memiliki daya untuk mengenal dunia rohani, yang nous, intuitip,
supranatural, dikarenakan oleh kerjasama yang dilakukan dengan akal (dianoia)
menjadikan manusia dapat memikirkan serta memperbincangkan hal-hal yang
bersifat rohani. Di lain sisi manusia memiliki daya pengamatan (aesthesis),
karena pengamatan yang disertai dangan daya penggambaran atau penggagasan
manusia pada akhirnya memiliki pengetahuan yang luas.
2.
Pemikiran Filsuf Tentang Manusia
Ada
beberapa pandangan para filsuf mengenai manusia, manusia memiliki 2 elemen
dalam dirinya, yaitu jiwa dan tubuh, yang keduanya merupakan elemen yang
berdiri sendiri, yang satu lepas dari yang lain. Jiwa berada di dalam tubuh
layaknya dalam sebuah penjara seperti yang diungkapkan oleh plato (428-348 SM)
bahwa tubuh adalah musuh jiwa karena tubuh penuh dengan berbagai kejahatan dan
jiwa berada dalam tubuh yang demikian itu, maka tubuh merupakan penjara jiwa.
Menurut pemikiran plato jiwa manusia terdiri dari tiga bagian,
yaitu nous (akal), thumos (semangat), ephitumia (nafsu),
karena pengaruh nafsu, jiwa manusia terpenjara dalam tubuh. Hanya kematian yang
akan melepaskan jiwa dari belenggu tersebut. Lalu Demokritos (460-370)
mengajarkan bahwa manusia adalah materi. Jiwapun adalah materi yang terdiri
dari atom-atom khusus yang bundar, halis dan licin, oleh sebab itu tidak saling
mengait satu sama lain. Demikian juga atom-atom yang berbentuk lain. Namun ada
juga aliran yang mengajarkan tentang aliran perpindahan, seperti phytagoras.
Phytagoras ( mengajarkan keabadian jiwa manusia dan perpindahanya kedalam jasad
hewan apabila telah mati, dan jika hewan tersebut mati maka jasadnya akan
berpindah ke jasad lainnya, demikianlah seterusnya. Perpindahan jiwa yang
demikian disebut dengan suatu proses penyucian jiwa. Jiwa akan kembali ke
tempat asalnya di langit apabila proses penyuciannya telah selesai. Oleh karena
kajahatan dianggap telah bersemayam dalam benda, maka tugas manusia adalah
membebaskan diri dari pengaruh tubuhnya dengan tidak makan daging, bermusik,
tidak mengadakan persetubuhan, dan lainya, paham Pythagoras ini dianut oleh
Appolonius dari Tyana.
Tinjauan
kefilsafatan tentang manusia di atas menitikberatkan kepada dayanya, akan
tetapi pandangan philo yang mempertemukan filsafat helinisme dengan agama
yahudi lebih menitikberatkan pada aspek lain. Hal ini tampak jelas dalam
pandanganya bahwa dalam strukturnya manusia adalah gambar alam semesta. Akan
tetapi manusia sebagai idea yaitu sebagai manusia yang tidak bertubuh, telah
ada sejak kekal di dalam logos, jiwa manusia dibedakan antara jiwa sebagai
kekuatan hidup (psukhe) dan jiwa yang bersifat akali (nous, dianoia, psukhe
logika). Jiwa sebagai kekuatan hidup berada di dalam darah dan tidak akan
binas. Jiwa yang bersifat akali atau nous adalah jiwa yang lebih tinggi, yang
bersifat illahi. Sebelum manusia dilahirkan jiwanya sudah ada. Jiwa ini tidak
dapat binasa, ia memasuki tubuh dari luar, di dalam tubuh jiwa itu terpenjara.
Oleh karena itu hidup didalam dunia adalah sebuah kejahatan. Kematian
mewujudkan suatu kebebasan, dimana orang dibangkitkan kepada hidup yang sejati
dan kepada kebebasan. Dalam hal ini philo ingin menyebutkan bahwa tujuan hidup
manusia ialah menjadi sama dengan Illah, adapun caranya adalah dengan menahan
diri dari dunia dan segala nafsu, menentang perangsang yang datang dari luar
dan mengarahkan diri kepada dirinya saja.
Namun
saya punya pandangan lain tentang manusia, Manusia adalah jiwa dan raga (tubuh)
yang satu, keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yanglain. Jika
ada jiwa tanpa tubuh, maka ia hanya dapat disebut sebagai ruh, dan jika ada
raga tanpa jiwa maka ia hanya dapat disebut dengan mayat. Jiwa itu bagaikan
seorang pemimpin, dan raga adalah fasilitatornya. Sebuah jiwa akan berarti
menjadi seorang manusia apabila ia memiliki raga yang akan dikendalikannya, begitupun
sebaliknya raga akan berarti menjadi seorang manusia apabila ia memiliki jiwa
yang mengendalikannya. Kesatuan antara jiwa dan raga itu merupakan wujud
keutuhan seorang manusia yang sejati, hal itu mutlak sifatnya dan tidak kekal.
Tujuan manusia adalah mencapai sebuah tempat tertentu setelah kematian yang
disebut dengan surga, untuk dapat mencapai tahapan tersebut manusia haruslah
menjauhi hal-hal yang tidak baik seperti Mencuri, membunuh, Merendahkan orang
lain, dan sebagainya. Selain itu manusia juga harus melakukan hal-hal yang baik
baik terhadap sesama manusia dan alam sekitarnya. Aturan-aturan mengenai hal
yang baik dan hal yang buruk tersebut merupakan sebuah komitmen antara manusia
dengan Tuhan. Bisa dibilang tujuan akhir manusia adalah sebuah kebahagiaan yang
abadi, tanpa ada lagi akhir dari kebahagiaan tersebut. Pendapat ini hampir
serupa dengan pemikiran Thomas Hobbes, menurut Thomas Hobbes manusia tidak
lebih pada suatu bagian alam bendawi yang mengelilinginya, oleh karena itu maka
segala sesuatu yang terjadi padanya dapat diterangkan dengan cara yang sama
dengan cara menerangkan kejadian-kejadian alamiah, yaitu secara mekanis. Dengan
kata lain manusia hidup selama darahnya beredar dan jantungnya bekerja, yang
disebabkan pengaruh mekanis dari hawa atmosfir. Hidup manusia adalah gerak
anggot-anggota tubuhnya. Aristoteles pun berpikiran serupa bahwa manusia
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tubuh dan jiwa hanya merupakan
dua segi dari manusia yang satu, tubuh adalah materi dan jiwa adalah bentuk.
Manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, maka pada saat manusia
mati, maka kedua-duanya akan mati. Itu berarti jiwa manusia tidak abadi. Namun
aristoteles berpikiran bahwa tidak ada kehidupan setelah mati, jadi kematian
adalah akhir dari segala-galanya.
Pemikiran
para filsuf tentang manusia terus berkembang, akan tetapi didalam perkembangan
tersebut tidak dapat disimpulkan tenalitasnya, terutama yang menyangkut
kesempurnaan pemikiranya. Perkembangan pemikiran tentang manusia menunjukkan
adanya upaya yang terus-menerus untuk menemukan hakikat manusia. Hal ini
berarti ingin dicapai pengertian yang mendalam dan radikal tentang manusia.
DIMENSI MANUSIA
1.
Kebahagiaan dan Penderitaan
Menurut
Fichte, manusia secara prinsipil adalah mahluk yang bersifat moral yang
didalamnya mengandung suatu usaha. Disinilah manusia perlu menerima dunia
luarnya. Sikap seperti ini dapat menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri
dan usaha untuk membatasi dirinya sendiri dari masyarakat luas. Karena itulah
manusia disebutr sebagai mahluk sosial, mahluk yang tidak dapat berdiri
sendiri, selalu membutuhkan orang lain untuk melangsungkan kehidupanya. Hidup
akan menjadi sebuah penderitaan apabila dunia dipandang sebagai suatu keinginan
sebab pemuasan keinginan sangat terbatas, sedangkan kehendak tidak terbatas.
Inilah sebab timbulnya pandangan bahwa kenyataan hidup merupakan penderitaan.
Manusia dapat menikmati kebahagiaan apabila penderitaan tidak dialaminya. Dan
penderitaan itu sendiri datang ketika kehendak kita tidak terpenuhi, rasa
kekecewaan yang timbul akan menjadi belenggu kita untuk merasakan kebahagiaan.
Apabila seseorang ingin merasakan kebahagiaan maka belenggu kehendak harus
dilepaskan dari perbudakan kehendak seseorang.
2.
Eksistensi Manusia
Karl
marx berpandangan lain dengan filsuf sebelumnya, akan tetapi dalam aspek-aspek
tertentu pandangan tersebut sama. Hakikat pemikiran para filsuf tentang manusia
pada umumnya mengacu kepada hakikat manusia itu sendiri. Apabila pemikiran
tersebut menyangkut masalah kemampauan dan makna hidup serta eksistensinya,
maka untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak terlalu mudah.
Menurut
Kerkeegard, pertama-tama yang penting bagi manusia adalah keadaanya sendiri
atau eksistensinya sendiri. Akan tetapi harus ditekankan, bahwa eksistensi
manusia bukanlah suatu “ada” yang statis, melainkan suatu “menjadi”, yang
mengandung didalamny suatu perpindahan, yaitu perpindahan dari “kemungkinan” ke
“kenyataan”. Atau merubah sesuatu yang sebelumnya hanya bersifat abstrak menjadi
nyata. Dengan kata lain eksistensi berarti : Berani mengambil keputusan yang
menentukan hidup. Maka barangsiapa tidak berani mengambil keputusan, ia tidak
bereksistensi dalam arti sebenarnya. Tiap eksistensi memiliki cirinya yang
khas. Kierkegard membedakanya adanya 3 bentuk eksistensi, yaitu : bentuk
estetis, bentuk etis dan bentuk religius.
Kaum
eksistensialis terus berpikir tentang manusia. Dalam hal gabriel marcel
(1889-1973) menegaskan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama
dengan orang lain. Tetapi manusia adalah makhluk yang menjadikan manusia dapat
mentransendir dirinya sendiri, dapat mengadakan pemilihan, dengan mengatakan
“ya” atau “tidak”, terhadap segala sesuatu yang dihadapinya.
Pandangan
filsuf mengenai manusia menggambarkan betapa manusia hadir sebagai mahluk yang
multi dimensi. Dalam hal ini manusia sebagai mahluk individu benar-benar
berdiri kokoh dalam kemandirianya. Demikian pula manusia sebagai mahluk sosial
senantiasa mengatur dengan kehidupan kehidupan masyarakat yang beraneka ragam.
Keberadaan manusia sangat akrab dengan alam sekitarnya yang tidak mengangkat
manusia, melainkan mengangkat benda-benda fisik lainya. Para filsuf yang telah
menunjukan kemampuanya untuk menerobos ruang batas yang amat sulit tentang
manusia, pada akhirnya sampai kepada tingkat pemikiran bahwa terlepas dari
dimensi-dimensi tersebut di atas jelaslah bahwa pada hakikatnya adalah makhluk
ciptaan tuhan.
PAHAM TENTANG MANUSIA
1.
Materialisme
Materialisme
telah diawali sejak filsafat yunani yakni sejak munculnya filsuf alam Yunani,
kemudian kaum Stoa dan Epikurisme. Paham ini mulai memuncak pada abad ke-19 di
eropa. Materialisme ekstrim memandang bahwa manusia adalah terdiri dari materi
belaka. Lamettrie (1709-1751) sebagai seorang pelopor materialismeberpandangan
bahwa manusia tidak lain daripada binatang, binatang tak berjiwa, material
belaka.
2.
Idealisme
Idealisme
adalah kebalikan dari materialisme, kalau pandangan materialisme didasarkan
atas material, jadi yang berubah-ubah dan tidak kekal, yang hilang sesudah
hidup ini hilang, maka aliran yang disebut idealisme ini dalam pandanganya
terhadap manusia memangkalkanya pada yang umum, yang tidak berubah-ubah, abadi,
yang masih terus ada sesudah hidup ini habis. Dalam pandangan ini semuanya
membedakan manusia dari binatang, bukanlah manusia itu material belaka, tetapi
adalah bagianya yang lain, yang bukan material dan bersifat lain dari yang
material itu. Dalam idealisme terdapat beberapa corak, yaitu : idealisme etis,
idealisme estetik, dan idealisme hegel.
3.
Rasionalisme
Pandangan
rasionalisme dipelopori oleh Rene Descarles, ia menyatakan dengan tegas bahwa
manusia itu terdiri dari jasmaninya dengan keluasanya (extensio) serta budi
dengan kesadaranya. Kesadaran ini rohani dan yang bertindak itu adalah budi.
Seperti pengetahuan dan pengenalan, pengetahuan yang benar itu datangnya dari
kesadaran. Hubungan anatara jiwa dana badan adalah sejajar, tapi bukanlah
merupakan sebuah keatuan. Dari renungan rasionalisme ini muncul paham
panteisme, yitu spinoza.
4.
Irrasionalisme
Kalau
rasionalisme adalah sebuah pandangan berdasarkan atas rasio atau
sekurang-kurangnya amat mementingkan arti rasio dalam kemanusiaan
irrasionalisme belum tentu mengingkari rasio atau mengabaikan adanya rasio itu
serta artinya bagi manusia. Yang dimaksud dengan pandangan manusia yang
irrasionallistis ialah pandangan-pandangan :
- Yang mangingkari adanya adanya rasio,
- Yang kurang menggunakan trasio walaupun tidak mengingkarinya, dan
- Terutama pandangan yang mencoba mendekati manusia dari pihak lain serta, kalau dapat dari keseluruhan pribadinya.
Jadi,
penggolongan filsafat manusia dalam rasionalisme-irrasionalisme bukanlah
penggolongn yang lain sekali dari penggolongan idealisme-materialisme pandangan
ini hanyalah pandangan dari sudut lain. Dengan demikian semua aliran
materialisme harus dimasukan ke dalam irrasionalisme. Hal ini dapat dibuktikan
dalam gagasan-gagasannya menjadi manusia.
KESIMPULAN
Manusia
memang memiliki akal yang tidak ada bataasnya, seperti yang terlihat pada
pembahasan tentang manusia pada halaman sebelumnya begitu banyak
pandangan-pandangan para filsuf tentang manusia. Namun jika kita cermati tidak
ada kesepakatan bulat dari para filsuf mengenai hakikat manusia, dari hal
tersebut dapat diambil beberapa hal mengapa tidak ada suara yang sama dari para
filsuf mengenai manusia, secara tidak langsung para filsuf mengungkapkan
hakikat manusia berdasarkan latar belakang dan ego dari para filsuf itu
sendiri. Namun secara garis besar dapat diambil 2 garis besar mengenai hakikat
manusia tersebut.yang pertama, Manusia adalah ragawi yang didalamnya terdapat
jiwa, raga adalah sebagai bentuk gerak kehidupan dari seorang manusia,
sedangkan jiwa adalah tempat akal dan budi yang membuat manusia dapat berpikir
dan merasakan kehidupan yang ada di sekitarnya, jiwa inilah yang membedakan
manusia dengan makhluk lainya seperti binatang atau benda mati. Manusia sebagai
sebuah satuan yang kompleks tentu tidak dapat berdiri dengan sendirinya, seperti
benda yang diciptakan oleh manusia, benda itu butuh bantuan manusia agar dapat
terangkai menjadi sebuah benda. Begitupun manusia yang butuh kekuatan diluar
dirinya untuk dapat menjadi manusia, atau yang disebut dengan kekuasaan tuhan.
Garis
besar yang kedua adalah yang ekstrem. Pandangan itu menyebutkan bahwa kita sama
saja dengan binatang, hanya material belaka, dan manusia pun memiliki jiwa
kebinatangan, derajat manusia lebih tinggi hanya karena menyandang nama
manusia. Sebagai manusia layaknya kita bijak menanggapi berbagai pendapat
tersebut, karena apapun bentuknya, itu merupakan bagian dari sejarah ilmu
pengetahuan manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar