Jumat, 23 Januari 2015

Tahap–tahap Perkembangan Akal Budi Manusia


1. Tahap teologis
·     Tahap paling awal dari perkembangan akal manusia.
·     Pada tahap ini manusia berusaha berusaha menerangkan segenap fakta atau kejadian dalam kaitanya dengan teka –teki alam yang dinggap misteri.
·        Manusia tidak menghayati dirinya sebagai makluk luhur dan rasioanal yang posisinya dialam berada di atas makluk –makluk lain.
·         Ia menghayati dirinya sebagai bagian dari keseluruhan alam, yang selalu diliputi oleh rahasia yang tidak terpecakan oleh pikiranya yang sederhana.

Dalam tahap teologis ini ada beberapa bentuk cara berfikir.
·         Fetyisme dan animism, dalam kedua bentuk ini kita menyaksikan bagaimana manusia mengahayati alam semesta dalam individualitas dan partikularitasnya.
·         Politeisme, cara berfikir ini lebih maju, dimana orang sudah mulai menyatukan dan mengelompokan semua benda dan kejadian kedalam konsep yang lebih umum. Pengelompokan ini berdasarkan pada kesamaan – kesamaan yang ada pada diri mereka.
·         Monotisme, cara berfikir ini tidak lagi mengakui banyak roh dari benda –benda atau kejadian –kejadian, tetapi hanya mengakui satu roh saja, yakni tuhan.

Cara berfikir membawa pengaruh besar terhadap kehidupan sosial, budaya, dan pemerintahan. Misalnya monoteisme memungkinkan berkembangnya dogma –dogma agama, yang kemudian dijadikan pedoman hidup bermasyarkat.

3. Tahap positif
·         Gejala alam tidak lagi dijelaskan dengan a priori, melaikan pada observasi, eksperimen dan komparasi yang ketat dan teliti.
·         Akal tidak tidak diarahkan untuk mencari kekuatan –kekuatan transden dibalik hakikat didalam setiap gejala dan kejadian.
·         Akal diarahakan untuk mengobservasi gejala dan kejadian secara empiris dan hati –hati untuk menemukan hukum – hukum atau sebab dari kejadian yang ada.

Hukum –hukum yang ditemukan secara demikian tidak lagi bersifat irasional dan kabur melainkan hukum – hukum itu menjadi bersifat pasti dan dapat dipertangungjawabkan.
Hukum –hukum itupun bersifat pasti dan bermanfaat, karena kalau kita mengetahui dan menguasai hukum –hukum tersebut, maka kita dapat mengontrol dan memanipulasi gejala –gejala atau kejadian –kejadian tertentu sebagai sarana untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

1 komentar: