Ada
tiga cabang filsafat ilmu yang dikenal, yaitu : ontologi epistemologi, dan
axiologi. Selanjutnya, menurut Prof. Noeng, terdapat dua cabang baru dari
filsafat ilmu, yaitu Filsafat Teknologi dan Filsafat Kebijakan. Filsafat kebijakan
ini sebagai langkah antisipatif terhadap potensialnya Studi Kebijakan menjadi
Filsafat Kebijakan. Pada dataran pertama mencari kebenaran rasional, empirik,
dan logik. Pada dataran kedua mencari kebenaran fungsional, efisien, dan
produktif. Pada dataran ketiga mencari kebenaran dalam alternatif yang terbaik
bagi keadilan dan kemanusiaan.
1. Ontologi
Kebenaran
yang ada, the being, menjadi masalah ontologi. Filsafat metafisika dan
filsafat empirisme membahas tentang the being. Pembahasan being ini menjadi
sangat penting karena agar tidak terjadi dekonstruksi dengan tujuan filsafat
ilmu yaitu tidak menolak ontology. Ontologi mempelajari yang metaphisik, bukan
yang phisik. Mempelajari yang di atas indriawi. Filsafat barat hanya mengakui
kebenaran the regularity of the universe. Sehingga ontologi Barat
disebut ontologi yang anti-ontologi. Islam mengakui minisme multifaset atau
ontology tunggal sekuensial, bahwa di alam semesta ini ada tiga
tampilan/sekuensi tetapi muara kebenarannya satu. Pertama, tampilan/sekuensi
alam semesta yaitu tampilan takdir. Kedua adalah tampilan/sekuensi manusia,
yaitu sosok yang memiliki kreatifitas, yang berlaku hokum sunatullah. Ketiga
tampilan/sekuensi Tuhan. Tuhan di sini tidak boleh dikonsepsikan sebagai
sesuatu, tetapi hendaknya dikembangkan sebagai persepsi yang penuh rahmah,
rahim, dan maghfirah. Kebenaran alam mengikuti takdir, kebenaran manusia
mengikuti sunnatullah, dan kebenaran Tuhan kita persepsikan yang penuh rahmah,
rahim, dan maghfirah. Filsafat metafisika membahas tentang the being.
Filsafat empirisme membahas tentang being pula. Pembahasan being ini
menjadi sangat penting karena agar tidak terjadi dekonstruksi dengan tujuan
filsafat ilmu yaitu tidak menolak ontologi.
2. Epistemologi
Epistemologi
berupaya mencari kebenaran (truth) berdasar fakta. Kebenaran dibangun
dengan logika dan didahului oleh uji konfirmasi tentang data yang dihimpun.
Epistemologi berupaya menghimpun empiri yang relevan untuk dibangun secara
rasional menjadi kebenaran ilmu. Kebenaran empiric dicari dan dibuktikan untuk
menemukan kebenaran (the truth) empirik yang cocok dengan kebenaran (the truth)
rasional. “Fakta” dengan tanda petik tersebut akan tergantung pandangan
filosofik yang digunakan. Positivisme mengakui sesuatu sebagai fakta bila memang
obyektif dan indriawi. Phenomenologi mengakui sebagai fakta berdasar persepsi
seubyek yang diteliti. Ekspresi bahasa diakui sebagai kebenaran bila mengikuti
konsep strukturalisme tertentu atau poststrukturalisme.
3. Axiologi
Kebenaran
axiologi adalah kebenaran the right. Epistemologi membuktikan kebenaran
dalam makna the truth or false; axiologi membangun kebenaran dalam makna
the right or wrong. Mencari etika baik-buruk. Axiologi berupaya
mengembangkan konsep ethic baik-buruk, yang menjangkau baik-buruk dalam makna
ethic ontologik dan ethic deontologik. Baik-buruk mencakup dalam makna ethis,
rasional, dan aesthetis. Makna ethic ontologik adalah makna yang berkembang
dalam berbagai ajaran agama. Adapun makna ethic deontologik adalah makna yang
berkembang dalam konteks budaya. Ethik dalam makna ethis menjadi koheren; dalam
makna rasonal menjadi sinkron; dalam makna aesthetis menjadi harmonis. Ethik
Islam dibangun dari pandangan tasawuf. Dan akan ketemu tasawuf Bayani yang
naqliyah sunni, dan akan ketemu tasawuf Irfani yang naqliyah intuitif, kasf,
khuduri. Dan akan ketemu tasawuf Burhani yang ‘aqliyah dengan penalaran
intelektual kreatif inferensial.
4. Teknologi
Dari
pragmatism AS telah mengembangkan landasan filsafat dan akhirnya pragmatism
yang memiliki landasan filsafat berkembang menjadi Filsafat Teknologi. Para
ahli filsafat telah mengangkat filsafat teknologi sebagai cabang keempat studi
filsafat ilmu, mendampingi tiga yang lama yaitu ontologi, epistemology, dan
axiology. Kamera sebagai kepanjangan mata, mobil sebagai kepanjangan kaki, kran
pengangkat barang sebagai pengganti kekuatan otot. Pandangan seperti itu
merefleksikan orgam based projection, dan rumusan teknologi seperti itu
merefleksikan engineering philosophy of technology. Antropologi sejarah
menunjuk perkembangan sejarah berdasar artifak materiil menjadi : zaman batu,
zaman perunggu, zaman besi dan seterusnya. Dan era postmodern memiliki artifak
komunikasi elektronik seperti TV, computer, dan semacamnya.
Menurut
Prof Noeng, rekayasa teknologi yaitu produk curiousity creative in action yang
meta-etik dan diangkat lebih jauh menjadi transformation of Human Ideas in
Action, tidak sekedar produk artifak. Dengan demikian, ada pengakuan tentang
scientific values yang dimuarakan pada action.
Pandangan
terdahulu sejak era Romawi abad 1 – 4 Masehi, era Islam Andalusia abad 8 – 11,
era renaissans dan humanism Eropa abad 15 – 17 M, era modern abad 18 sampai
medio abad 20 M teknologi merupakan means untuk mencapai ends (entah keagungan
Negara, entah teosentris, entah antroposentris, entah humanistic, entah
materialistic), sejak medio abad 20M, lebih eksplisitnya temuan computer
science dan kemampuan menjangkau ruang angkasa, teknologi sudah bergeser
menjadi extendo ad transformation of human ideas for action. Temuan
computer dan menjangkau ruang angkasa bukan tujuan, melainkan means untuk
menjadi bertambah kreatif. Dengan bergesernya means-ends-means-ends
berkelanjutan, menjadi means-means-means berkelanjutan maka pragmatism
meta-etik benar-benar telah menjadi filsafat teknologi, cabang keempat dari
filsafat ilmu.
5. Kebijakan
Menurut
Prof. Noeng, sebagai langkah antisipasi tentang pengakuan studi kebijakan akan
menjadi bagian dari filsafat ilmu di masa depan yang tidak terlalu lama. Cinta
manusia bukan sebatas in action professional, tetapi berlanjut ke
tuntutan social welfare dan dignity manusia.
Studi
kebijakan berkembang sejak tahun 1950. Perkembangannya divirsifikatif,
memungkinkan perkembangannya menjadi multidisiplin. Maknanya : objek formalnya
berangkat dari satu disiplin ilmu (mungkin pendidikan, mungkin ekonomi, mungkin
politik, mungkin psikologi, atau lainnya) dan memanfaatkan teori dan hasil
penelitian yang relevan dari banyak disiplin ilmu. Dalam perkembangannya
seperti itu tidak menjadi masalah, karena adanya consistency objek
formalnya dan sistematisasi telaahnya. Dengan consistency tersebut akan
terjaga filsafatnya, bangunan teoritiknya, dan dengan sendirinya juga
pengembangannya karena tidak menjadi overlap dengan studi disiplin ilmu
lainnya.
Implikasi
selanjutnya adalah dapat dipilih pendekatan dan metoda yang sesuai dalam
mengolah isseues dan mengembangkannya menjadi studi kebijakan. Merancang
penelitian untuk membuat kebijakan, dan diakhiri dengan perencanaan kebijakan
berdasar hasil penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar