HUBUNGAN
ADAT DENGAN KEBUDAYAAN DAN AGAMA
A. Hubungan
Adat dengan Kebudayaan
Menurut E.B
Tylor pengertian kebudayaan yaitu kompleks yang mencakup : pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat, maka jelaslah bahwa adat (adat-istiadat) adalah bagian atau unsur
dari kebudayaan.
Menurut
Prof. Koentjaraningrat kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “buddhayah”
yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti akal atau budi.
Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan
dengan budi atau akal.
Dalam
bahasa asing “culture” yang artinya sama dengan kebudayaan berasal dari kata
Latin “colere”. Kemudian culture sebagai segala daya upaya dan tindakan manusia
untuk mengolah tanah dan merubah alam. Ada yang membedakan budaya dengan
kebudayaan. Dimana budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, karsa
sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu.
Menurut
Koentjaraningrat kebudayan berarti keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Bagian dari Antropologi yang mempelajari kebudayaan
adalah Antropologi budaya atau Kulturologi. Sedangkan definisi filosofis dari
JWM. Bakker, SJ tentang kebudayaan adalah penciptaan, penertiban, dan
pengolahan nilai-nilai insani.
Meninjau
definisi Koentjaraningrat berarti hampir seluruh tindakan manusia adalah
“kebudayaan”, karena amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang tak perlu dibiasakannya dengan belajar. Ditambahkan oleh Deals
dan Hoijer bahwa dalam proses belajar tersebut (dari kecil hingga dewasa)
manusia menggunakan berbagai macam “simbol” dan inilah yang membedakan manusia
dengan binatang. Secara etimologis istilah simbol berasal dari bahasa Yunani “symbollein”
(suatu bentuk kata kerja) yang berarti “menimbang dengan hati-hati”, maksudnya
disini adalah suatu hal yang artinya harus dicerna dengan hati-hati melalui
pikiran, sebagai suatu analogi untuk menghadirkan sesuatu yang lain. Simbol
kadang-kadang disamakan dengan “tanda” (sign). Dua istilah ini berbeda dimana
sign adalah sesuatu yang merangsang subyek untuk berbuat atau mengasosiasi
subyek kesesuatu.
Menurut S.K. Langer macam simbol dibedakan menjadi :
a. Simbol menurut bentuk (simbol formal)
yang dibedakan menjadi dua macam yaitu :
· Simbol presentasional, adalah simbol yang secara spontan
menghadirkan apa yang dikandungnya. Nisalnya : lukisan, arca, tari-tarian dan
sebagainya.
· Simbol diskursif/naratif adalah simbol yang secara tidak
spontan mengungkapkan apa yang mau diungkapkannya,cara pengutarannya dengan
cerita. Misalnya: bahasa.
b. Simbol menurut cara penggunaannya.
Misalnya: mitos, ritus, musik dan sebagainya.
Cassirer
menyatakan bahwa proses kelahiran simbol melibatkan tiga elemen dasar yaitu:
a. Unsur manusia dengan kemampuan
intelektualnya
b. Realitas diluar manusia sebagai
obyek simbolisasi
c. Serta unsur interkomunikasi (untuk
memberi arti simbolisasi)
Ketiga
unsur akan membentuk sistem, yaitu sistem simbolik. Jadi menurut Cassirer,
seluruh jenis mahluk didalam kerangka realitas, dilandasi oleh dua sistem yaitu
sistem oenerima dan sistem pemberi (penghasil).
L.White
ingin meyakinkan kita bahwa seluruh peradaban umat manusia dihasilakan dan
selanjutnya dilestarikan hanya melalui penggunaan simbol –simbol. Kalau pada
Cassirer ucapannya yang menarik adalah “animal symbolicum”, sedangkan pada L.
White yang perlu direnungkan adalah ucapan “Human behaviour is symbolic behaviour,
symbolic behaviour is human behaviour”.
Dengan
belajar lewat simbol-simbol kebudayaan dapat diwariskan dari generasi yang satu
ke generasi berikutnya dan jadilah kebudayaan milik suatu masyarakat. Walaupun
kebudayaan diperoleh lewat proses belajar tidak berarti bahwa kebudayaan adalah
tingkah laku. Kebudayaan bukan tingkah laku tetapi terwujud dalam tingkah laku.
Prof.
Koentjaraningrat menyebutkan kebudayaan mempunyai 3 wujud :
a. Wujud ideal (cultural system) adalah
suatu kompleks dari ide-ide (termasuk gagasan, cita-cita dan pandangan hidup),
nilai-nilai budaya, norma-norma, dan hukum.
b. Wujud aktifitas (social system),
Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi.
c. Wujud fisik yang terdiri dari keseluruhan
total hasil dari aktifitas atau karya semua manusia dalam masyarakat, yang
sifatnya paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat dan difoto.
Ketiga
wujud terurai dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisah satu
dengan yang lainnya. Kebudayan ideal atau adat mengatur dan memberi arah kepada
tindakan dan karya dari manusia. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu
lingkungan hidup.
Tampaklah
sudah bahwa adat adalah bagian dari kebudayaan yaitu yang berwujud ideal. Adat
atau sistem budaya ini adalah yang memberikan pedoman, arah serta menjiwai
masyarakat pendukung kebudayaan. Telah disebutkan bahwa adat itu terdiri dari
unsur-unsur :
1. Cita-cita yaitu gagasan atau ide-ide
tentang sesuatu yang akan dituju atau dicapai karena dalam anggapannya
merupakan sesutau yang bernilai.
2. Pandangan hidup (filsafat hidup)
atau life view adalah konsepsi-konsepsi dari orang biasa atau orang cerdik
pandai untuk membuat hidup sedapat mungkin dapat dipahami dan mengandung makna.
3. Nilai-nilai budaya adalah
konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari
warga besar dari warga masyrakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai,
berharga dan penting dalam hidup. Oleh C. Kluckhohn nilai-nilai budaya mencakup
5 masalah dasar kehidupan yaitu :
· Masalah
mengenai hakekat dari hidup manusia
· Masalah
mengenai hakekat dari karya manusia
· Masalah
mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu
· Masalah
mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
· Masalah
mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.
Dan
hubungannya dengan nilai-nilai religius dimana religi sebagai salah satu unsur
kebudayaan universal. Jadi harus ditambah dengan masalah mengenai hakekat dari
hubungan manusia dengan Tuhan (alam gaib).
4. Norma (kaidah) adalah aturan untuk bertindak atau pedoman
untuk berperikelakuan atau bersikap tindak atau dapat juga dikatakan sebagai
patokan tentang perikelakuan yang pantas. Norma-norma dapat digolongkan sebagai
berikut :
a. Menurut pranata-pranata (lembaga-lembaga) yang ada.
b. Menurut kekuatan sanksinya :
· Norma kebiasaan yang disebut usage. Istilah usage berarti :
kebiasaan, adat dan pemakaian. Oleh karena itulah dalam kaitannya dengan norma
atau aturan istilah usage diartikan : aturan kebiasaan/adat, aturan pemakaian.
Dalam istilah Indonesia disebut “cara”. Sanksinya misalnya berupa celaan.
· Norma/kaedah yang disebut folkways. Di Indonesia secara
populer folkways diterjemahkan dengan kebiasaan. Sanksinya dapat berupa disalahkan
oleh orang banyak.
· Norma/kaedah yang disebut Mores. Norma ini dapat pula
dikatakan norma yang bersumber pada suara bathin masyarakat. Sanksinya dapat
berupa hukuman yang diberikan oleh masyarakat.
· Norma yang disebut custom. Norma ini sering diartikan
sebagai adat istiadat yang dibagi menjadi : adat dalam arti luas (sebagai wujud
ideal kebudayaan), dan adat dalam arti sempit (merupakan bagian dari wujud
ideal dari kebudayaan) yang mencakup norma yang disebut custom. Sanksinya
misalnya dikeluarkan dari masyarakat.
· Norma hukum adalah norma yang sanksinya paling kuat dan
tegas, dan norma hukum ini biasanya dibedakan antara norma hukum yang tertulis
dan tidak tertulis (hukum adat). Sanksinya adalah dapat berupa pemulihan berupa
keadaan dan hukuman.
c. Menurut hubungan pribadi yang diaturnya dapat dibedakan:
· Norma yang termasuk golongan aspek hidup pribadi yang
mencakup norma kepercayaan dan norma kesusilaan.
· Norma yang termasuk golongan aspek hidup antar pribadi yang
meliputi norma sopan santun dan norma hukum.
5. Hukum
Sulit untuk mendefinisikan hukum secara lengkap karena ruang
lingkupnya yang luas. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang disebut sebagai
sistem hukum yang mencakup :
· Struktur hukum yang merupakan wadah
yang berisikan lembaga – lembaga hukum.
· Substansi hukum yang terdiri dari
perangkat norma – norma yang berisi suruhan, larangan, atau kebolehan dan
perilaku ajeg.
· Budaya hukum, mencakup segala
gagasan, sikap, kepercayaan, harapan – harapan, maupun pandangan – pandangan
mengenai hukum yang berintikan pada nilai.
B. Hubungan
Adat dengan Agama
Istilah “peraturan agama” dijumpai pada abad ke 19 yang merupakan
akibat pengaruh teori Van Den Berg dan Salmon Keyzer yang terkenal dengan
“Teori Reception in Complexu” yaitu teori penerimaan dalam keseluruhan. Menurut
teori ini adat (hukum adat) suatu golongan masyarakat adalah resepsi
seluruhannya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu.
Teori ini ditentang oleh Snouck
Hurgronye, ia mengatakan tidak semua hukum agama diterima dalam adat. Hanya
beberapa bagian tertentu dari hukum adat yaitu terutama bagian dari hidup
manusia yang sifatnya sangat pribadi yang hubungannya erat dengan kepercayaan
dan hidup batin. Misalnya perkawinan dan waris. Pendapat ini disempurnakan
kembali oleh Ter Haar dimana dikatakan khususnya dalam bidang waris tidaklah
mutlak, ada juga hukum waris yang merupakan hukum adat yang asli sama sekali,
dimana tidak terpengaruhi oleh hukum agama. Misalnya hukum waris Minang.
Pengaruh agama (hukum agama) terhadap adat/hukum adat dimasing-masing golongan
masyarakat intensitasnya tidaklah sama.
Terhadap
agama sebagai unsur kebudayaan ada dua pendapat :
1.
Para ahli filsafat menyatakan agama
bukan unsur kebudayaan karena agama merupakan keyakinan hidup rohani pemeluknya
yang merupakan tanggung jawab manusia kepada Tuhan.
2.
Para ahli antropologi dan sosiologi
menyatakan bahwa agama adalah salah satu unsur kebudayaan karena berkenaan
dengan agama, antropologi mempelajari volusinya, fungsinya, peranan agama
dalam masyarakat atau hubungan pranata
agama dengan pranata – pranata lainnya.
Agama setelah disesuaikan dan
dikembangkan menurut kondisi dan situasi kehidupan manusia dalam dunia ini,
timbulah nilai-nilai, norma-norma, panndangan-pandangan serta hukum-hukum yang
dalam pengembangannya tetap berdasarkan pada agama semula. Inilah merupakan
wujud ideal atau adat dari agama yang selanjutnya kita sebut sebagai adat
agama/adat dari agama. Hanya saja dalam eksistensinya adat agama dapat ditinjau
dari dua segi yaitu :
a.
Dari segi adat, dimana adat agama
adalah adat pula yaitu adat yang dipengaruhi oleh agama yang cukup dominan
intensitasnya.
b.
Dari segi agama, adat agama adalah
pelaksanaan lebih lanjut dari agama, disini adat agama adalah bagian dari
agama.
Disamping keterkaitannya dengan
agama masih ada yang mempengaruhi adat yaitu tradisi dari masyarakat mana adat
itu tumbuh. Tradisi disini yang
dimaksudkan adalah unsur asli yang dimiliki masyarakat yang diwariskan secara
turun temurun.
Oleh karena itu sekarang dapat
dikatakan bahwa agama dan tradisi adalah dua unsur yang mempengaruhi adat
istiadat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar